17 Oktober 2008

KISAH SELEMBAR KAIN

Dahulu hanya ada 1 lembar kain putih, tidak mempunyai warna dan motif. Lalu sebagian umat membelahnya sebagian dan diwarnainya dengan warna biru, karena menurut pandangannya biru itu seperti laut dan laut itu lebih luas dari daratan maka dia mengganggapnya warna terbanyak.


Sebagian umat yang lain membelah kembali kain putih tersebut dan diwarnainya dengan warna hijau, karena menurut mereka warna hijau adalah warna alam dan yang paling menyejukan.


Sebagian umat yang lain membelah kembali kain putih tersebut dan diwarnainya dengan warna kuning, karena menurut mereka kuning adalah lambang kebahagiaan.


Sebagian yang lain membelah dan mewarnai dengan warna merah, menurut mereka merah adalah symbol keberanian dan jihad.


Dan sekarang banyaklah warna-warna tersebut. Maka warna-warna tersebut berkata kepada kain putih tersisa, “Hai putih, kau adalah salah satu belahan dan warna seperti kami”.


Putih itu adalah warna aslinya tidak ada yang mewarnai dan bukan pula sebuah sobekan kain seperti lainnya. Itulah Ahlu Sunnah wal Jama’ah atau dikenal dengan istilah Salafy.


Dan hari ini kain-kain yang berwarna itu berusaha untuk bersatu kembali, dengan menjahitnya menjadi 1 lembar.

Walaupun bisa menjadi 1 lembar tetapi mereka lupa, bahwa masing-masing mereka masih menyandang warna-warna tersebut.


Si Putih tidak akan ridho untuk dijahit bersama dengan warna-warna itu, karena selamanya tidak akan bercampur antara Sunnah dengan Bid’ah, antara Syirik dengan Tauhid, Haq dengan Bathil.

Namun si Putih pun tidak suka berpecah belah, maka si Putih mengajak warna-warna itu untuk memutihkan diri-diri mereka dan bergabung kembali dengan kain yang putih ini, dan semuanya menjadi putih kembali.


Inilah keadaan Ahlu Sunnah Wal Jama’ah pada jaman fitnah ini.


“Sesungguhnya Islam pertama kali muncul dalam keadaan asing dan akan kembali asing sebagaimana semula, Maka berbahagialah orang-orang yang asing”

(Hadits Mutawatir)

Tidak ada komentar: